Tuesday, March 30, 2010

Tragedi di The Ritz-Carlton

Minggu 28 Maret 2010

Pesta yang direncakan di lantai 8, di area terbuka berantakan karena turun hujan. Hujannya tidak begitu deras, namun karpet merah tempat kedua mempelai direncanakan akan berjalan beriringan telah becek. Pesta akhirnya dipindahkan ke lantai empat, Ballroom 1B.

Semua makanan, sound sytem dan peralatan band, serta semua kelengkapan pesta terpaksa dipindahkan ke ballroom di lantai 4.

Pelaminan yang telah terpasang dengan indahnya menjadi tak terpakai. Kedua penganten akhirnya duduk bersanding di sofa didampingi oleh orang tua.

Kok bisa sampai begini...?

Demikianlah resiko menyelenggarakan resepsi out door seperti yang pernah saya bahas dalam tulisan lain di blog ini. Bayangkan berapa biaya untuk menyewa tempat terbuka di hotel yang merupakan salah satu yang termewah di Jakarta itu. Berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk pelaminan dan dekorasi yang akhirnya tak terpakai, basah kuyup diguyur hujan.

Menurut panitia, mereka tak khawatir dengan hujan, karena masalah itu sudah diserahkan kepada pawang hujan. Bukan pawang sembarang pawang, tapi pawang hujan yang disewa adalah seorang pawang yang paling top dan paling sakti. Konon katanya, pawang tersebut lah yang berhasil menghalau hujan sewaktu kunjungan Presiden Amerika Serikat sebelum Obama, George Bush, datang ke Indonesia.

Sedemikian yakinnya panitia sehingga semua rencana sudah terpusat untuk resepsi di tempat terbuka di lantai 8, tanpa sama sekali mempersiapkan plan B, rencana alternatif kalau terjadi sesuatu diluar rencana.

Hingga, tetes-tetes air mulai berjatuhan dari langit... Barulah terjadi kepanikan beberapa saat, sebelum diputuskan oleh pihak hotel dan keluarga bahwa pesta harus dipindah ke aula, Ballroom 1B.

Penganten dan keluarga sedih sekali, pasti. Tapi inilah resiko kalau mengadakan pesta terbuka, apalagi ketika musim penghujan belum usai.


Kedua mempelai yang akhirnya bersanding di sofa didampingi orang tua. Segala kemewahan pesta outdoor yang telah disiapkan di balkon The Ritz-Carlton menjadi sia-sia karena hujan membasahi semua perlengkapan pesta sehingga resepsi harus dipindah ke Ballroom 1B.

Saturday, March 27, 2010

Mengapa kualitas sound system begitu penting?



Jika Anda mendambakan segala sesuatu berjalan dengan sesempurna mungkin pada hari istimewa Anda, maka kualitas sound system harus sangat diperhatikan.

Kenapa sound system sedemikian penting?

Zaman dahulu memang sound system tidak penting karena belum ada teknologi pengeras suara. Sering kita lihat dalam adegan film pada zaman Romawi kuno, si pembicara harus berbicara sekeras mungkin, atau nyaris berteriak agar apa yang dia sampaikan dapat didengar oleh semua hadirin.

Sekarang dengan adanya tata suara, kita tak perlu berteriak, cukup berbicara dengan volume normal dan speaker akan melantunkannya kepada semua tamu yang ada. Tata suara adalah peralatan yang digunakan sepanjang pesta, sejak pesta belum mulai sampai selesai. Oleh karena itu sukses atau tidaknya suatu pesta atau event akan sangat bergantung pada kualitas suara yang didengar oleh hadirin selama resepsi berlangsung.

Instalasi sound system yang baik memerlukan sebuah keahlian tertentu, sehingga lahir istilah sound engineering. Seorang petugas sound, atau juga disebut sound engineer harus selalu siap di samping peralatannya dan memahami semua seluk beluk perkabelan dan berbagai level volume dan gain yang harus diatur pada mixer, yang jumlahnya bisa ratusan tombol.

Begitu terjadi sesuatu yang tidak dikendaki, seperti munculnya suara "Nguiiiiinggg...." yang sangat keras atau tiba-tiba mikrofon mati, atau suara dari instrumen tidak terdengar, petugas sound system harus cepat tanggap dan dalam secepat kilat berusaha mengatasi permasalahan tersebut sebelum hadirin mulai merasa tidak nyaman dan suasana pesta mulai rusak.

Penyebab dari permasalahan tersebut bisa berbagai macam. Posisi dari mikrofon yang mengarah ke arah speaker bisa menyebabkan suara 'nguing' (istilah teknisnya feedback) selain pengaturan volume yang kurang pas.

Tuntutan  kerja dan tanggung jawab petugas sound sungguh tidak main-main, oleh karena itu seharusnya petugas tersebut adalah seseorang yang ahli di bidangnya, dan bukan cuma dirangkap oleh pemain keyboard, atau orang lain yang tidak begitu paham mengenai bidang ini.

Idealnya demikian.

Namun tentu tidak semua orang, baik calon penganten maupun keluarga dan para panitia, memahami hal ini. Pengalaman terakhir saya pada resepsi di aula gedung Indonesia Power, Jakarta Selatan pada tanggal 20 Maret lalu menjadi contoh dari sebuah permasalahan yang selalu berulang.

Salam,
Sutan Pamenan

Saturday, March 20, 2010

Resepsi di Aula Gedung Indonesia Power

Sebuah permasalahan klasik dalam penyelenggaraan pesta resepsi kembali terjadi hari ini di Gedung Indonesia Power (PLN), Jalan Gatot Subroto, Mampang, Jakarta Selatan.

Permasalahan yang saya maksud seputar sound sistem yang mengeluarkan suara berdenging sangat keras, dan sangat mengganggu kenyamanan suasana. Petugas sound system dirangkap oleh pemain organ tunggal, dan ia tidak selalu standby dan sering menghilang entah kemana, meninggalkan peralatan sound begitu saja. Seringkali ketika saya tengah membawakan acara sebagai MC, saya terpaksa berhenti bicara karena muncul suara berdenging sangat keras (disebabkan oleh settingan mikrofon yang kurang pas) dan menyakitkan telinga siapapun yang berada di ruangan.

Penyebabnya juga klasik: paket organ tunggal dan sound sistem berasal dari keluarga. Awalnya pihak penganten telah mengambil paket pelaminan beserta hiburan organ tunggal dan sound sistem - yang notabene adalah penyedia jasa profesional - namun beberapa saat sebelum hari-H mereka berubah pikiran. Organ tunggal dan sound sistem ditunjuk dari salah seorang keluarga yang kebetulan pemain organ.

Pemain organ, mungkin betul. Tapi kualitasnya? Maaf, sangat parah. Saya sendiri hampir tidak berhasil menyembunyikan kekesalan ketika menyanyikan lagu "Malereang", sebuah lagu Minang dengan tiga akor saja, yang sedemikian gampangnya namun pemain organ dari keluarga tersebut tak bisa memainkan akornya dengan benar!

Dan suara nguing-nguing (feedback) tadi yang sangat keras dan mengganggu tersebut hadir di sepanjang acara, dari awal sampai akhir resepsi. Sepertinya sang pemain organ - seorang bapak-bapak berusia lima puluhan - tidak begitu memahami cara mengeset volume dan level pada mixer sehingga suara-suara mengganggu itu bisa dieliminasi.
Padahal, dalam resepsi hadir salah seorang tamu VIP, Bapak Ir. H. Akbar Tandjung.

Ketika beliau memasuki ruangan, saya mengucapkan selamat datang dan beliau berdiri di samping speaker utama, menunggu selesainya pemberian kata sambutan.

Lalu tiba-tiba, "Nguiiiiiiingggg....!!!!" suara berdenging sangat keras keluar dari speaker kembali, tepat sekali ke telinga tamu undangan VIP, Bp. Akbar Tandjung tersebut. Saya lihat beliau terperanjat, walaupun beliau mencoba bersikap seolah tak terjadi apapun.

Lama juga suara tersebut hilangnya.. Pemain organ yang merangkap petugas sound sama sekali tak tampak di dekat peralatannya. Beberapa menit berlalu, ketika suara nguing tersebut makin keras barulah sang pemain organ muncul dan mencoba mengutak-atik beberapa tombol pada mixer. Saya hanya tertunduk tak berani menatap siapapun, apalagi ke Pak Ir. Akbar Tandjung yang merupakan salah seorang mantan petinggi negara ini. Entah para keluarga masih punya rasa malu atau tidak mengenai hal ini, saya tidak tahu.

Ketika acara sudah seharusnya selesai, jam satu siang lewat, keluarga penganten masih terus saja bernyanyi bergembira ria dengan penuh semangat diiringi oleh pemain keyboard dari salah seorang keluarga tersebut. Petugas katering mulai membongkar meja dan pondok-pondok makanan, namun hal ini tak menjadi pertanda bagi keluarga bahwa acara seharusnya sudah selesai. Dan banyak orang orang ingin pula menjadi MC, memegang mike memanggilkan orang-orang untuk berfoto bersama, sambil tak henti melontarkan celetukan-celetukan silly. Saya kemudian menyerahkan mikrofon sepenuhnya pada keluarga dan undur diri dari hadapan hadirin.

Sebuah pesta yang menurut saya jauh dari nyaman dan menyenangkan.

Wassalam,
Sutan Pamenan